Rabu, 12 November 2014



Tugas : Niti Sastra

Makalah Tentang  Bagaimana
 Perempuan Menjadi Seorang Ibu Dalam ajaran Niti Sastra



 






DI SUSUN OLEH:
Nama: Ni Made Dewi Swadesi
Kelas/Semester: V A

KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
STHAN GEDE PUDJA MATARAM
        2014


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Wanita dalam bahasa Sansekerta disebut Vanita berasal dari urat kata kerja "Van" artinya yang dicintai, istri, perempuan. Kata tersebut kemudian mendapatkan akhiran Hita (ita) yang berarti baik, mulia, sejahtera. berpangkal dari arti tersebut maka pengertian Wanita adalah orang yang memiliki sifat mulia, yang dicintai karena cinta kasihnya dan membuat orang sejahtera.

istilah lain untuk wanita, juga oleh Prof, M. Yamin disebutkan dengan kata " Perempuan" yang berasal dari kata " Empu", mendapatkan awalan Pe dan akhiran an. di dalam ajaran agama Hindu, Kata Empu adalah istilah untuk gelar yang diberikan kepada mereka yang patut dihormati, dimuliakan dan juga orang-orang suci Hindu. Bila kata empu ini dihubungkan dengan wanita dalam tugasnya maka dapat diartikan "pengasuh. memang telah menjadi kenyataan di masyarakat bahwa kaum wanita mempuntai tugas mengasuh anak-anaknya, keluarga termasuk suaminya. 

1.2.Tujuan
Untuk mengetahui peran perempuansebagai sorang ibu dalam mengurus rumah tangga
1.3.Rumusan  masalah
1.      Apakah yang di maksud dengan perempuan atau wanita?
2.      Bagaimanakah peran perempuan sebagai sosok seorang ibu?
3.      Bagaimanakah istilah perempuan dalam sastra jawa? 







BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Perempuan
            Menurut Prof, M. Yamin menjelaskan kata " Perempuan" itu  berasal dari kata " Empu", mendapatkan awalan Pe dan akhiran an. di dalam ajaran agama Hindu, Kata Empu adalah istilah untuk gelar yang diberikan kepada mereka yang patut dihormati, dimuliakan dan juga orang-orang suci Hindu. Bila kata empu ini dihubungkan dengan wanita dalam tugasnya maka dapat diartikan "pengasuh. memang telah menjadi kenyataan di masyarakat bahwa kaum perempuan  mempuntai tugas mengasuh anak-anaknya, keluarga termasuk suaminya.

2.2. Peran Perempuan Sebagai Seorang Ibu 

Membicarakan mengenai perempuan sebagai sosok Ibu dalam keluarga yang dikaitkan dengan swadharmanya erat hubungannya denga Kula Dharma (dharma yang dianut menurut keluarga), karena perempuan sudah mempunyai swadharma sebagai ibu dari keluarga yang nantinya akan dihadapkan dengan berbagai macam peran. Peran Ibu antara lain :
  1. Pendamping Suami
  2. Ibu Rumah Tangga
  3. Penerus keturunan
  4. Pembimbing Anak
Peran Ibu Sebagai Pendamping Suami.

Selesai pelaksanaan upacara perkawinan, si istri telah resmi berfungsi sebagai Ibu pendamping Suami (suami istri) yang patut sama-sama dipelihara dan diwujudkan dengan saling cintamencintai, harga menghargai dan menghormati secara lahir dan bathin.

Dalam kehidupan sebagai suami istri, istri memerlukan perlindungan dari suaminya dan suaminya memerlukan kasih sayang dari istrinya, yang dalam pengamalannya, sama-sama berpedoman pada falsafah hidup dalam ajaran agama Hindu yaitu "Tattwamasi" yang memiliki arti ' saya adalah engkau atau engkau adalah saya".  Orang Jawa Istri adalah "Garwo" (sigaraning nyowo artinya belahan jiwa atau nyawa). Pustaka suci Manawadharmasastra III.60, 61, 62 dinyatakan:

" Pada Keluarga dimana suami berbahagia dengan istrinya dan demikian pula sang istri terhadap suaminya maka kebahagian mereka pasti kekal".

"Karena kalau istri tidak mempuntyai wajah berseri, ia tidak akan menarik suaminya, tetapi jika sang istri tidak tertarik pada suaminya, maka tidak akan ada anak yang akan
lahir"

"Jika sang istri selalu berwajah berseri-seri, seluruh rumah akan kelihatan bercahaya, tetapi jika ia tidak berwajah demikian maka semuanya akan kelihatan suram"

Lebih lanjut dijelaskan dalan Nitisastra II.6:

"Burung murai itu dihargai karena nyanyiannya, seorang perempuan dipandang tinggi derajatnya, jika ia dengan keyakinan yang suci setia kepada suaminya"

Kesetiaan kepada suami, akan diamalkan dalam pengabdiannya, melalui perbuatan-perbuatan dalam hidupnya. kaum Ibu telah menyadari bahwa kalau wanita sekali tercemar namanya ke dalam perbuatan yang tidak baik, akan cepat sekali menjadi buah bibir, cemoohan dan ejekan orang atau masyarakat serta sulit akan mengembalikan citranya untuk disebut susila dan nama keluarga juga menjadi ternoda akibatnya.oleh karena itu seorang istri harus tetap setia mendampingi suaminya dalam keadaan apapun.


Ketik seorang perempuan berperan sebagai ibu banyak hal yang harus diperankan dan dikerjakan diantaranya sebagai berikut :
1.      Sebagai Dharma Samppati mampu mengamalkan ajaran dharma berawal dari keluarganya berupa sila, nyadnya, tapa, berata dan semadhi.
2.      Sebagai Artha, memiliki kemampuan dalam mneingkatkan kesejahtraan keluarganya bekerja berdasarkan dharma untuk membantu pendapatan suami.
3.      Sebagai Kama, mampu saling memberi dan menerima kasih sayang, saling cinta mencintai, saling memberi perhatian dan pengakuan dalam keluarga.
4.      Sebagai Praja, mampu melahirkan dan memelihara keturunan untuk membawa kearah putra menadi suputra.

Begitu pula ketika seorang perempuan mempersembahkan hidupnya menjadi istri dari suaminya ia disebut Sadewi dengan perannya sebagai berikut :
  1. Sebagai Dewi mampu membersihkan kecemerlangan keluarga dengan jalan mempelajari ilmu pengetahuan dan kesucian agar menjadi istri ayng mulia.
  2. Sebagai Sri, mampu memberikan penghasilan tambahan bagi keluarga, dan dapat mengatur perencanaan pengeluaran keluarga sesuai dengan kebutuhan.
  3. Sebagai Laksmi, selalu memancarkan cinta kasih kepada semua makhluk, menghormati martabat suami dan melaksanakan berata sebagai istri yang mulia.
Dan ketika dia mendapat kesempatan sebagai ibu atau istri dari seorang suami atau melahirkan dan memelihara keturunan ia juga diberikan peran yang utama sebagai Brahmawandini yaitu seorang perempuan yang mempersembahkan hidupnya dalam ilmu pengetahuan dan kesucian, pahalanya berimbang dengan perempuan yang dapat melahirkan putra suputra dimana wanita dihormati disana para dewi-dewi akan merasa senang tetapi dimana mereka tidak dihormati disana tidak akan ada upacara suci yang berpahala (Manawadharma sastra, III, 56).
Raja yang selalu mengadakan perjalanan suci akan dipuji dan dihormati, para pendeta yang melakukan perjalanan suci juga akan dipuji dan dihormati, yogi yang mengembara juga dihormati. Tetapi jika perempuan berjalan-jalan sendirian akan menemui kehancuran (Canakya nitisastra, VI,04).
Kedua sloka tesebut menunjukkan betapa penting kedudukan perempuan sehingga dikatakan sebagai yoni yaitu sebagai simbul kesuburan dan kearifan disamping sebabai sumber ketenangan dan ketentraman keluarga.
Ibu Rumah Tangga
Sementara kehidupan ibu memang peran yang sangat penting dalam rumah tangga. Tugas dan tanggung jawab seorang ibu sangatkah berat. Sejak ibu hamil, melahirkan, memelihara dan mendidik putra-putrinya dalam rumah tangga serta merupakan tugas yang dilakukan oleh ibu. Tentang kewajiban seorang ibu, di dalam Manava Dharmasastra maupun Itihasa (dalam Ngurah, dkk, 1999:108-109) ditentukan sebagai berikut:
1.      Seorang ibu tidak boleh bertidak sendiri-sendiri tanpa sepengetahuan suami.
2.      Ibu harus pandai menempatkan diri, mengatur dan memelihara keharmonisan rumah tangga.
3.      Ibu harus setia kepada suami dan putra-putrinya dengan tetap berpegangan pada dharma.
4.      Seorang ibu harus selalu mengendalikan pikiran, perkataan, dan tindakannya dengan selalu mengingat dan memuja Sang Hyang Widhi, merenungkan kebenaran dan mencintai sepenuh hatinya, ayah dan putra-putrinya. Ibu demikian desebut Patibrata  dan kelak bila meninggal dunia niscaya akan mencapai sorga.
5.      Ibu wajib menegur sang suami bila suaminya melakukan perbuatan yang keliru dan menjurus kepada kehancuran rumah tangga. Demikian kewajiban seorang ibu yang sangat mulia yang petut dicintai dan dihormati oleh putra-putrinya.
Dalam rumah tangga ada tiga (3 ) hal yang harus disyukuri sebagai mana termuat dalam  kitab  Canakya Nitisastra VII. 4 sbb :
Santosa trisu kartavyah
Swadare bhojane dhane.
artinya :
Bersyukurlah dengan tiga hal yaitu : dengan istri sendiri, makanan yang ada dan rejeki yang diperoleh.
Manusia dalam hidup ini selalu mengembangkan keinginannya dan tidak ada manusia yang tidak punya keinginan. Oleh karena itu nafsu atau keinginan harus dikendalikan karena kalau tidak, akan dapat menimbulkan bencana.
a)      Bersyukur terhadap harta yang diperoleh sesuai dharma yang akan mampu  membangun keluarga bahagia.
b)       Bersyukur terhadap makanan yang telah disiapkan dalam rumah tangga . Makanan yang dimasak dengan tujuan menghidupi anggota keluarga  akan memberikan nilai spiritual yang sangat tinggi  karena sebelum di hidangkan  diawali dengan yajna sesa sehingga  yang memakannya akan terlepas dari papa dosa.  Sehingga seorang anggota keluarga pantang untuk menghina masakan yang dihidangkan  dalam rumah tangga . Kalau makanan siap saji yang dibeli di pasar  cara masak dan tujuan membuatnya berbeda dengan  masakan dalam rumah tangga karena tujuannya untuk bisnis.
c)       Bersyukur dengan istri sendiri. Rasa syukur disini jangan membuahkan kepuasan bathin yang akan menghindari  terjadinya perselingkuhan. Karena perselingkuhan  merupakan pengkhianatan terhadap tujuan perkawinan. Istri sering diibaratkan sebagai sungai yang hatinya selalu berliku-liku perlu mendapatkan perhatian yang khusus bagi seorang suami sehingga hatinya bisa tetap lurus dengan komitmen yang telah diikrarkan pada waktu perkawinan.
d)     Kedamaian. Unsur kedamaian  berarti tidak adanya perasaan yang mengancam dalam hidupnya. Hidup dijaman kali yuga, ibarat ikan hidup di air yang keruh dimana pandangan terhalang oleh keruhnya air. Oleh karena itu banyak yang salah lihat sehingga temannya  yang hitam bisa dilihat kuning sehingga kehidupan temannya yang bopeng bisa dilihat tampan. Pandangan manusia dihalangi oleh gelapnya adharma yang sangat kuat pengaruhnya  dalam hidup pada jaman kali. Manawa Dharmasastra menyatakan dharma pada jaman kali hanya berkaki satu sedang adharma berkaki tiga. Kekuatan adharma  itulah yang menjadi penghalang sehingga orang sering keliru melihat kebenaran. Banyak yang benar dipandang sebagai ketidak benaran , demikian juga sebaliknya. Terhalangnya hati nurani menyebabkan munculnya kekuasaan Panca klesa yaitu : kegelapan, egois, hawa nafsu, kebencian, takut akan kematian.  Akibatnya banyak manusia saling bermusuhan  dan terkadang musuh sering kelihatannya seperti teman.
Dalam Canakya Nitisastra  IV. 10  menyebutkan ada tiga hal yang menyejukkan hati yang menjadi andalan untuk membangun kedamaian dan kesejukan hati.
Samsara tapa dagdhanam
Trayo  sisranti hetavah
Apatyah ca kalatran ca
Satam sanggatir ewa ca                      
artinya:
Dalam menghadapi kedukaan dan panasnya kehidupan duniawi  ada tiga hal yang menyebabkan hati orang menjadi damai  yaitu anak, isrti dan pergaulan dengan orang suci.
Penerus keturunan
Telah menjadi kodratnya sebagai mahluk sosial bahwa setiap laki-laki dan perempuan mempunyai naluri untuk saling mencintai dan saling membutuhkan dalam segala bidang. Sebagai tanda seseorang menginjak masa ini diawali dengan proses perkawinan. Perkawinan merupakan peristiwa suci dan kewajiban bagi umat Hindu karena Tuhan telah bersabda dalam Manava dharmasastra IX. 96 sebagai berikut:
Prnja nartha striyah srstah samtarnartham ca manavah.
Tasmat sadahrano dharmah crutam patnya sahaditah”
Untuk menjadi Ibu, wanita diciptakan dan untuk menjadi ayah, laki-laki itu diciptakan. Upacara keagamaan karena itu ditetapkan di dalam Veda untuk dilakukan oleh suami dengan istrinya.
Untuk memperoleh anak atau keturunan yang suputra seorang perempuan dan laki-laki harus melakukan pernikahan yang sah menurut agama dan dilaksanakan sesuai dengan ajaran veda. Sehingga kelak keturunannya itu bisa menghantarkan orang tuanya menuju surge.


Pembimbing Anak
Ibu bertugas dan bertanggung jawab mengasuh anak-anaknya. Ibu dengan kasih sayang dan keteladanannya dan Bapak dengan kepemimpinannya berpacu tiada kenal lelah membimbing dan mendidik anak-anaknya demi masa depan sehingga dalam proses pertumbuhan dan perkembangan prilaku dan kepribadian anak menuju kedewasaan dapat dicapai secara optimal. Hal ini tercantung juga dalam kitab Rg Veda I.160 sa vihnih putrah pitrohpavitravan punati dhiro bhuvanani mayaya yang berarti bahwa purta atau anak yang baik lahir dari hasil didikan orang tua yang baik. Keluarga sebagai agen dan merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama, mempunyai peranan penting dalam pembentukan sikap, perilaku, nilai-nilai kebajukan melalui sosialisasi antar individu dengan keluarganya dan perkembangan kepribadian anak dapat dibentuk dan berkembang melalui proses belajar, proses internalisasi, dan proses sosialisasi dalam semua lingkungan pendidikan. Dalam kaitan ini, proses belajar itu dapt berlangsung di dalam keluarga, di sekolah, dan di masyarakat melalui pendidikan non formal. Pengaruh pendidikan dalam keluarga terhadap anak cukup dominan, sebab keluarga adalah institusi pertama dan utama yang dikenal oleh anak sejak lahir. Waktu yang terpenting bagi anak adalah dalam keluarga. Dalam mengasuh anak-anak, orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungan, selain itu juga diwarnai dengan sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengasuh anak-anaknya.
           Dalam konsep ajaran Hindu dijelaskan Untuk mendapatkan anak yang suputra, orang tua hendaknya melakukan lima hal yang disebut Panca Wida dalam kekawin Niti Sastra VIII.3.yang dikutip oleh Wiana (2011:101-103), diuraikan bahwa Panca Wida itu adalah lima kewajiban orng tua pada anaknya, yakni:
1)      sang ametaken artinya orang yang melahirkan anak;
2)      sang maweh bhinojana, artinya yang memberi makan;
3)      sang mangupadhyaya, yaitu memberikan pendidikan keterampikan sesuai dengan sifat, bakat dan perbuatan ( guna dan karma) si anak;
4)      sang anyangoskara, artinya orang tua memberikan pendidikan kerohanian pada anak;
5)      sang matulung urip rikalaning bhaya, artinya orang tua itu adalah orang yang selalu menjaga kenyamanan dan keamanan perasaan dan jiwa putranya.
Setiap orang menyayangi anak-anaknya, namun manifestasi dari rasa sayang itu berbeda-beda dalam penerapannya dan hal itu tampak pada pola asuhnya.  Secara umum, ada tiga macam pola asuh yaitu:
1)      pola asuh otoriter
            Pola asuh otoriter adalah cara pengasuhan orang tua melakukan control yang ketat terhadap anak, banyak member perintah , anak tidak boleh berpendapat dan member kritik serta harus mengikuti pendapat dan keinginan oaring tua. Dengan demikian kekuasaan mengatur perilaku anak sepenuhnya terletak pada orang tua.
            Menurut Stewart dan Koch (1999) orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai cirri-ciri sebagai berikut: kaku, tegas, suka menghukum, kurang ada kasuih sayang dan simpatik, memaksa anak untuk patuh, cendrung mengekang keinginan anak, tidak mendorong dan member kesempatan anak untuk mandiri, jarang member pujian, membatasi anak tapi menuntut tanggung jawab seperti orang dewasa.

2)      pola asuh permitif
pola asuh permisif adalah pola asuh dimana tidak ada control dari orang tua terhadap perilaku anak sehingga anak memiliki kebebasan yang longgar dalam memiliki dan menjalankan aktivitasnya.Menurut Stewart & Koch (1999) mengemukakan pola asuh rang tua permisif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: memberi kebebasan anak tanpa control, sedikit sekali menuntut tanggung jawab, member kebebasan anak mengatur diri sendiri. Pola asuh orang tua yang permisif memberikan kepada anak untuk berbuat sekehendaknya dan lemah sekali dalam melaksanakan disiplin anak.
3)      Pola asuh Demokratis
pola asuh demokratis adalah pola asuh dimana orang tua melibatkan anak dan anggota keluarga dalam pengambilan keputusan tentang aktivitas yang akan dilakukan anak, memberikan bimbingan dan pengarahan kepada anak untuk mencapai tujuan. Anak dapat mengemukakan pendapat dan berdiskusi dengan orang tua menentukan mengambil keputusan bagi aktivitasnya akan tetapi orang tua tetap mengontrol perilaku anak dan anak perlu mendapat persetujuan orang tua.
Menurut Stewart & Koch (1999) pola asuh orang tua demokratis mempunyai cirri-ciri: memandang sama hak dan kewajiban antara anak dan orang tua, secara bertahap memberikan tanggung jawab kepada anak terhadap segala sesuatu yang diperbuat, selalu berdialog dengan anak-anak, saling memberi dan menerima, selalu mendengar keluhan dan pendapat anak-anak, dalam bertindak selalu memberi alas an kepada anak, mendorong anak saling membantu dan bertindak secara objektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian.
Ketiga pola asuh orang tua tersebut dapat mempengaruhi perilaku dan kepribadian anak baik secara emosional maupun spiritual.
2.3. Istilah perempuan
secara Jawa, perempuan atau wanita berarti wanita ditata (tata-titi, tatas-titis, tatag-tutug) dan wani tapa (tapa-, tapak-, telapak). Sesungguhnya di bawah telapak kaki wanita itu merupakan eksistensi sesensi surga. Konvergensi antara tata-tapa, dzikir, imanen transender dan aksi kontemlasi itulah, maka predikat kesurgaan sangat lekat dengan wanita. Bagi orang Jawa, wanita digambarkan sebagai orang yang harus dihormati oleh anaknya karena surga terletak di bawah kaki ibu (Purwadi, 2005 : 560).Istilah perempuan dalam susastra jawa ada empat antara lain:
1.      Wadon
Berasal dari bahasa Kawi, “Wadu” yang artinya kawula atau abdi. Secara istilah bisa diartikan bahwa perempuan dititahkan di dunia ini sebagai abdi laki-laki.
2.      Wanita
Kata “wanita” tebentuk dari dua kata dalam bahasa Jawa (kerata basa), yakni Wani yang berarti berani dan Tata yang berarti teratur. Kerata basa ini mengandung dua pengertian yang berbeda. Pertama, Wani ditata yang berarti berani (mau) diatur dan yang. Kedua, Wani nata yang artinya berani mengatur. Kedua pengertian ini mengindikasikan bahwa perempuan juga perlu pendidikan yang tinggi agar bisa memerankan dengan baik peran-peran ini.
3.      Estri
Berasal dari bahasa Kawi, “Estren” yang berarti panjurung (pendorong). Seperti pepatah yang terkenal, “Selalu ada wanita yang hebat di belakang laki-laki yang hebat.”
4.      Putri
Dalam peradaban tradisional Jawa, kata ini sering dijelaskan sebagai akronim dari kata-kata Putus tri perkawis, yang mengarah kepada purna karya perempuan dalam kedudukannya sebagai putri. Perempuan dituntut untuk selalu merealisasikan tiga kewajiban perempuan (tri perkawis). Dan yang dimaksud dengan tiga kewajiban itu adalah kedudukannya sebagai wadon, wanita, maupun estri.
Dalam kehidupan perempuan Jawa juga sering kita dengar istilah masak, macak, manakyang artinya pandai memasak, pandai berdandan atau bersolek, dan bisa memberi keturunan. Meski terlihat sederhana istilah tersebut, tapi sebenarnya ketiga kata tersebut memiliki makna yang sangat dalam.
1.      Masak
Wanita atau perempuan Jawa tidak sekadar bisa membuat/ mengolah makanan, melainkan juga memberi nutrisi dalam rumah tangga sehingga akan tercipta keluarga yang sehat. Dalam memasak pula seorang wanita harus memiliki kemampuan meracik, menyatukan, dan mengkombinasikan berbagai macam bahan makan menjadi satu sehingga menjadi sebuah makanan. Ini adalah wujud kasih sayang istri kepada seluruh anggota keluarga.
2.      Macak
Macak adalah berdandan, bersolek atau berhias. Jangan dimaknai hanya sebagai aktivitas mempercantik diri, sebab di dalamnya juga terkandung makna menghias atau memperindah bangunan rumah tangga. Selain mempercantik fisik, perempuan juga dituntut sanggup mempercantik batinnya agar memiliki sifat yang lemah lembut, ikhlas, penyayang, sabar dan mau bekerja keras.
3.      Manak
Manak artinya melahirkan anak atau memberikan keturunan. Tidak hanya sekedar proses bekerja sama dengan suami dalam membuat anak, mengandung dan melahirkan seorang buah hati sebagai keturunan. Akan tetapi juga termasuk mengurus, mendidik, dan membentuk karakteristik seorang anak hingga menjadi manusia seutuhnya.
Selain itu juga ada konsep perempuan Jawa yang tertuang dalam Serat Candrarini (Budi Santoso, 1992 : 24) yang diringkas ke dalam sembilan butir, yaitu :
1)      setia kepada lelaki,
2)       rela dimadu,
3)       mencintai suami,
4)      terampil dalam pekerjaan wanita,
5)      pandai berdandan dan merawat diri,
6)      sederhana,
7)      pandai melayani kehendak lelaki,
8)      menaruh perhatian kepada mertua, dan
9)      gemar membaca buku-buku yang berisi nasehat.



















BAB III
PENUTUP
3.1.kesimpulan
1)      kata " Perempuan" yang berasal dari kata " Empu", mendapatkan awalan Pe dan akhiran an. di dalam ajaran agama Hindu, Kata Empu adalah istilah untuk gelar yang diberikan kepada mereka yang patut dihormati, dimuliakan dan juga orang-orang suci Hindu. Bila kata empu ini dihubungkan dengan wanita dalam tugasnya maka dapat diartikan "pengasuh. memang telah menjadi kenyataan di masyarakat bahwa kaum wanita mempuntai tugas mengasuh anak-anaknya, keluarga termasuk suaminya.
2)      Peran perempuan sebagai Ibu antara lain :Pendamping Suami, Ibu Rumah Tangga, Penerus keturunan, Pembimbing Anak.
3)      Socyanti jamayo yatra, vinasyatyacu tatkulam,
na socanti tu yatraita, wardhate taddhi sarvada
(Manawa Dharmasastra III.5)
Artinya :
Dimana wanita hidup dalam kesedihan, maka keluarga itu cepat akan hancur berantakan,
tetapi dimana wanita itu tidak menderita, maka keluarga itu akan selalu bahagia).














DAFTAR PUSTAKA
http://artakertawijaya.wordprss.com/2013/09/16/pendidikan-keluarga-menurut-hindu.html
http:// ferrycute87.blogspot.com/2012/10/gender-dalam-perspektif-agama-hindu.html
http://ibgwiyana.wordpress.com/2012/04/05/150/
http://trimurcahyo21.wordpress.com/2013/01/22/perempuan-jawa.html